Jam menunjuk pukul 06.00, aku masih terjaga dengan secangkir kopi di sudut dipan yang reot lapuk termakan rayap. Ku ikat tali sepatuku bersiap menuju sekolah nun jauh di seberang kecamatan yah kecamatan Rembang, tempat lahirnya sang gerilyawan sang Jenderal yang gagah bernama Soedirman.
Aku adalah seorang siswi SMK kelas 12 yang sebentar lagi akan menempuh Ujian Nasional. Rumahku berada di bawah bukit gunung Cilik, grumbul Seliling di utara ujung desa Tunjungmuli. Dimana di balik bukit tempatku tinggal berbatasan langsung dengan kabupaten Pemalang.
jalan menuju rumahku |
Seperti pagi biasanya aku turun gunung menempuh jarak 3
KM menuju balai desa Tunjungmuli tempat
dimana aku biasa menumpang Angkudes
menuju sekolah. Kali ini aku memilih jalan alternatif yaitu jalan galengan
sawah di grumbul Tobong dan harus menyeberang sungai Muli, aku memilih jalan
ini untuk menyingkat waktu perjalanan, biasanya aku lewat jalan raya
Grugak-Dukuh Gunung jalan yang lebih mirip sungai kekeringan karena aspal tak
lagi tampak yang tampak hanyalah bongkahan-bongkahan batu dan hamparan krikil,
seingatku jalan ini di aspal tahun 2004an saat aku masih kelas 4 SD. Desaku
Tunjungmuli adalah desa dengan jalan Raya paling buruk se Kabupaten Purbalingga
bahkan mungkin Se-Banyumas Raya, entahlah barangkali tak ada jatah uang
pembangunan infrastruktur bagi desa kami.
Aku mempercepat langkah kulihat jam di lengan kiriku
menunjuk pukul 06.23 artinya 7 menit lagi Angkudes milik pak Waskitho segera
meluncur menuju karangmoncol, aku gugup.Beruntung sampai balai desa tepat pukul 06.30 dan pak Waskitho masih menungguku dengan setia. Takan kulupakan jasanya selama hidupku, tanpa beliau aku tak bisa berangkat sekolah tepat waktu.
Sesampainya di balai desa aku segera masuk ke Angkudes kemudian Pak Waskitho segera menstarter mobilnya dan cuurrr....meluncur dengan cepat kilat sampai tak terasa aku telah sampai di depan SMPN 2 karangmoncol dan bersiap turun berganti Angkudes Akbar ( Angkutan Bobotsari- Rembang).
Aku duduk bersama teman-teman satu SMK di emperan toko menunggu Angkudes Akbar, disana aku melihat seorang ibu yang tengah menggelar tikar lengkap dengan seperangkat timbangan bebek, kusempatkan waktu bertanya pada ibu itu untuk apakah ia menggelar tikar di pinggir jalan seperti itu dengan timbangan bebek ,tanpa barang dagangan pula.
Ia menjawab hendak membeli raskin dari para warga penerima Raskin yang enggan memakan beras jatah bulanan dari pemerintah itu, alasannya karena beras Raskin rasanya tidak enak dan tak layak konsumsi. aku terdiam dan berpikir kalau begitu sia-sialah usaha pemerintah memprogramkan Raskin bagi masyarakat miskin karena masyarakat sendiri enggan mengkonsumsinya.
Aku duduk bersama teman-teman satu SMK di emperan toko menunggu Angkudes Akbar, disana aku melihat seorang ibu yang tengah menggelar tikar lengkap dengan seperangkat timbangan bebek, kusempatkan waktu bertanya pada ibu itu untuk apakah ia menggelar tikar di pinggir jalan seperti itu dengan timbangan bebek ,tanpa barang dagangan pula.
Ia menjawab hendak membeli raskin dari para warga penerima Raskin yang enggan memakan beras jatah bulanan dari pemerintah itu, alasannya karena beras Raskin rasanya tidak enak dan tak layak konsumsi. aku terdiam dan berpikir kalau begitu sia-sialah usaha pemerintah memprogramkan Raskin bagi masyarakat miskin karena masyarakat sendiri enggan mengkonsumsinya.
Arrghh.... Kanan kiri kulihat penuh dengan gambar para penjual songkok dan kumis alias gambar para caleg berbagai macam partai, bukan satu dua orang gambar yang kutemui tapi belasan. Kembali aku berpikir sepertinya semua orang berambisi ingin jadi pemimpin, kalau demikian adanya siapakah yang mau di pimpin?
ahhh....sudahlah aku hanya bocah ingusan siswi SMK tau apa aku tentang kekuasaan dan penguasa? dalam pikiranku yang lain menyalahkan pikiranku.
Angkudes dengan segala macam penumpangnya melaju kencang, sampailah aku dipertigaan desa Tajug ku tengok jendela mobil kembali mencari udara segar aku melihat seorang ibu tengah mendorong kursi roda yang diduduki oleh seorang bocah yang cacat pada kedua kakinya,iya...bocah berseragam Pramuka SD itu barangkali adalah anaknya, pemandangan seperti ini membuatku tersadar bahwa kasih ibu memang benar sepanjang masa, aku teringat ibuku di rumah pagi tadi lupa mencium tangannya karena kesiangan...huffttt inilah ceritaku pagi tadi, apa ceritamu hari ini kawan? ok...aku telah sampai di sekolah, terimakasih bapak sopir terimakasih ibu pembeli raskin, terimaksih bapak dan ibu caleg terimakasih ibu pendorong kursi roda terimakasih semuanya....karena kalian semuanya aku bisa bercerita. (misya)