Rabu, 22 Januari 2014

Petani Cincau Dicekik Tengkulak


Para petani cincau hitam di desa Tunjungmuli, Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga merasa dirugikan oleh para tengkulak cincau. Musim panen cincau di Tunjungmuli dimulai pada awal November dan diperkirakan berakhir bulan Maret. 

Panen raya cincau adalah saat yang ditunggu-tunggu oleh para tengkulak dimana musim panen adalah saat yang tepat untuk mencekik para petani melalui permainan harga dipasaran. 


Petani memanen cincau
Membeli dengan harga yang semurah-murahnya dan kembali dijual dengan laba yang sebesar-besarnya.Penanaman cincau yang tidak diimbangi dengan upaya pemasaran yang baik oleh petani mengakibatkan petani dirugikan secara materil. 

Cincau hitam yang dibeli murah dari petani ditimbun oleh para tengkulak dan akan kembali dijual pada pengepul di luar daerah Purbalingga. 

Menurut Rokhani (54) salah satu petani, saat ini harga cincau mengalami penurunan, semula cincau kering dihargai Rp 15 ribu per kilogram dan saat panen raya seperti sekarang ini hanya Rp 10 ribu sampai Rp 11 ribu per kilogram. 

Harga cincau yang murah tidak mencukupi kebutuhan sehari-harinya sebagai ayah dari 7 orang anak. Bersama dengan menantunya Jahriyanto (26) ia menggarap tanah milik perhutani untuk ditanami cincau. Mereka berharap harga cincau stabil agar para petani cincau di desanya sejahtera. 

"Kami ini bekerja tanpa mengenal lelah, pagi buta kami berangkat kadang pulang sampai jam 5 sore, tapi setelah panen seperti ini hasilnya tidak seperti yang kami harapkan," katanya. 

Tidak adanya kelompok tani di Tunjungmuli mengakibatkan harga mudah dipermainkan oleh tengkulak. Setelah Panen rayapun ia dan Jahriyanto harus memberikan uang seikhlasnya kepada mandor dan mantri perhutani sebagai ucapan terimakasih atas jasa sang mandor dalam menjaga lahan garapan petani. 

"Saya ini hanya petani kecil tanpa lahan milik sendiri jadi sebagai ucapan terimakasih saya memberi sedikit uang hasil panen kepada pak mantri”. Katanya. 


Rokhani (54), salah satu petani memanen
cincau di area hutan pinus, belum lama ini
Meskipun berkali-kali ia merasakan sakitnya dicekik oleh berbagai oknum ia tetap bersyukur baginya uang bisa dicari yang penting adalah ketenangan jiwa dan hati dengan memakan rizki yang halal hasil usahanya sendiri bukan hasil monopoli apalagi pungutan liar. 

Sementara itu, salah satu tengkulak bernama Jaenal Abidin mengatakan, saat ini harga cincau dipasaran anjlok karena ditutupnya ekspor bulan januari untuk sementara waktu. Saat ini ia hanya melayani penjualan cincau untuk produksi didalam negeri yang salah satunya berada di daerah Banjarnegara. Tampaknya pemerintah desa Tunjungmuli kurang peka terhadap potensi di desanya.

Tunjungmuli punya cincau standar ekspor tapi tak diketahui para pemimpinnya, setidaknya jika cincau Tunjungmuli Go International tak ada lagi jalanan rusak, jalanan yang lebih tepat dinamai sungai kekeringan penuh dengan bongkahan batu -batu tajam.

Salam 

Anak Cincau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bulan Penghabisan

Juli... Bulan penghabisan Waktunya keluar dari zona nyaman Kembali mengembara Mengejar cita Mengolah pikir Memelihara sadar Memanusiakan di...