Rabu, 25 Juni 2014

secarik kisah dari mantan asisten rumah tangga

Aku biasa dipanggil meme oleh keluargaku, nama lengkapku Misyatun. Nama yang begitu singkat dan ndeso bukan?  sampai hari inipun aku tak mengerti apa arti nama Misyatun itu. Tapi aku tak mempermasalahkan apa arti sebuah nama, aku percaya kedua orangtuaku memberikan nama terbaik dan didalamnya ada doa dan harapan agar Misyatun tumbuh menjadi orang yang berguna, berbakti kepada orangtua,guru, agama dan bangsa.

 Lahir di sebuah desa terpencil di kecamatan Karangmoncol Purbalingga pada tahun 1993, dari seorang ibu bernama Sutimah, ibu sekaligus ayah bagiku. Mengapa? Karena selama ini ibuku yang bekerja mencari nafkah untuk menghidupi aku dan ayahku...oiya ibuku adalah seorang pekerja serabutan. Kadang menjadi buruh tani di ladang orang, kadang mencari kayu bakar untuk dijual, kadang juga berjualan daun pisang  ke penjual tempe. Ibuku tak pernah sekolah itu yang membuatnya buta huruf. Sampai suatu ketika ibuku mendapat kupon beras Raskin dari kader desa yang tertukar dengan milik orang lain ia tak tahu, karena tak bisa membaca dan pada akhirnya gagal membawa pulang Raskin. Ayahku bernama Abdul Latif ayah yang teramat kusayangi yang sekarang sudah menghadap yang Kuasa karena sakit. Seingatku ayahku sudah tak bekerja waktu aku masih duduk di bangku kelas 1 SD, karena sudah tak lagi muda dan tenaganya telah habis termakan usia. Ayahku lahir pada tahun 1936, sementara Ibuku lahir pada tahun 1955. Aku tak mempunyai adik maupun kakak kandung, aku hanya mempunyai kakak tiri anak  bapak dari pernikahan terdahulu dengan orang lain.

Hidup di desa, ditengah keluarga miskin membuatku terbiasa menikmati hidup dengan segala kekurangan. Tapi aku tak mau menyerah dengan keadaan, aku punya mimpi untuk merubah taraf hidup keluargaku dengan cara memberantas kebodohan dan merubah pola pikir maka atas nama keluarga, atas nama bapak ibu, aku akan bersekolah setinggi-tingginya. Dengan cara sekolah yang setinggi-tingginya setidaknya aku tidak menjadi seorang buruh tani seperti ibuku.

Aku bersekolah di MI MAARIF NU 02 TUNJUNGMULI, sebuah sekolah setingkat SD. Disana aku belajar dengan semangat, hingga aku selalu mendapat peringkat tiga besar.Hampir tiap semester aku peringkat 2 dan 3 terus menerus. Lulus SD alhamdulillah peringkat satu. Selama 6 tahun aku hanya sekali membayar SPP. Mengapa? Karena keluargaku tak mampu membayar, hingga suatu hari pada tahun 2005 menjelang ujian akhir sekolah aku hampir putus sekolah karena malu tak mampu membayar ujian yang saat itu Rp 90.000. Berkat kepala sekolah bernama pak Herudin aku tak jadi putus sekolah, aku dibebaskan dari bayaran ujian. aku lulus SD...

Setelah Lulus SD aku tak mampu melanjutkan ke SMP karena faktor biaya. Saat itu belum ada beasiswa BOS seperti sekarang ini. Maka dari itu aku memutuskan untuk mengadu nasib di jakarta Saat itu usiaku sekitar 12 tahun, aku menjadi seorang pembantu rumah tangga. Lewat yayasan penyalur pembantu rumah tangga di daerah Mangga besar Jakarta Pusat aku mulai bekerja kerumah-rumah tuan dan nyonya di Jakarta. Aku yang saat itu masih kecil tidak betah lama-lama kerja di satu rumah hingga aku sering berpindah-pindah majikan di Jakarta. Dimulai dari cempaka putih, jembatan lima, sunter, Prapanca, kelapa gading dan Apartemen OASIS aku memulai hidup mandiri. Mimpi untuk melanjutkan sekolah masih ada dalam hati, dengan sangat hemat aku mencoba menyisihkan uang hasil kerjaku yang saat itu Rp 250.000 untuk melanjutkan sekolah. Hidup sebagai pembantu rumah tangga sering dimarahi, dibentak dan dicaci majikan membuatku semakin sadar bahwa Jakarta bukan tempat yang cocok untuk merantau. Meski tidak semua majikan begitu tapi apesnya saat itu majikanku pemarah. Setelah dari jakarta aku pindah kerja ke Bandung pada tahun 2006. Alhamdulillah aku mempunyai majikan yang baik, penyayang, aku sangat menikmati pekerjaanku sebagai pengasuh anak usia 2 tahun. Lalu majikanku yang asli bandung itu pindah ke papua di PT Freeport Indonesia, akupun sempat bekerja disana beberapa bulan. Hingga mimpi yang terpendam untuk kembali bersekolah itu muncul kembali.  Aku memutuskan untuk pulang ke jawa dan sekolah lagi.

Aku  mendaftar di SMP 4 satu atap Karangmoncol pada tahun 2008 dan lulus tahun 2011. Sebuah sekolah terpencil di pedalaman kecamatan karangmoncol. Dari sinilah aku tak takut untuk bermimpi dan memulai membangun segala mimpi tinggiku. Untuk mencapai sekolah aku harus berjalan kaki sejauh 4 Km, menuruni medan berkelok diantara sawah-sawah.  Disana aku mempunyai guru bernama pak Aris Prasetyo, beliau adalah guru yang menginspirasi, cerdas, dan mengabdi setulus hati mengajar anak-anak desa. Hingga beliau mendirikan ekstrakurikuler film di SMPku, saat itu aku mendaftar menjadi anggotanya, hingga pada tahun 2009 lahirlah film pendek pertama kami yang berjudul “ baju buat kakek”. Aku semakin semangat bersekolah. Selama SMP aku mendapat beasiswa Retrival BOS hingga lulus aku tak membayar SPP. Nilai nilaikupun bagus aku 2 kali mendapat peringkat 2, 2 kali mendapat peringkat 1 dan 2 kali mendapat peringkat 3. Aku semangat bersekolah karena aku tak mau lagi menjadi pembantu rumah tangga kelak. 


Uang hasil kerjaku dan sumbangan dari majikanku di Papua Ibu Nancy Sofyan aku pakai untuk melanjutkan ke SMKN 1 Purbalingga, hingga akhirnya aku memutuskan pindah sekolah ke SMK Rembang Purbalingga karena saat itu kondisi ayahku kritis,aku ingin menemani saat-saat terakhir ayahku. Oiya  SMKN 1 Rembang berada di kecamatan rembang, letaknya sekitar 12 Km dari tempatku tinggal. Setiap pagi aku harus berjalan kaki sejauh 4 km menuju bali desa tempat angkutan umum ngetem. Aku menumpang angkutan umum menuju sekolah sebanyak 2 kali. Tidak sedikit uang yang harus kukeluarkan untuk membayar angkutan umum yaitu Rp 8000 rupiah untuk bayar angkot pulang pergi. Sebagai anak buruh tani uang 8000 sangat sulit di dapat. Kadang kalau uangku tak sampai 8000 aku tetap berangkat, aku suka mencegat pak guru yang lewat naik motor untuk memboncengkanku ke sekolah. Akupun sering jalan kaki separuh perjalanan untuk menghemat uang saku. di SMKpun aku menjadi aktivis. Hingga pada tahun 2013 aku mendapat amanat menjadi ketua osis. Nilai-nilai akademis masih berada pada posisi 3 besar persis seperti SMP. Kadang peringkat 2 kadang 3. Aku yang saat itu sudah belajar membuat film pendek ingin kembali berkarya di SMK, aku mendirikan komunitas bernama pedati Film dengan menunjuk Cinema Lovers Community Purbalingga sebagai Fasilitator produksi dan distribusi film-film kami, serta dukungan dari masyarakat setempat, sahabat, teman dan saudara-saudara tercinta kami berhasil  membuat 4 judul film pendek dan berhasil menjuarai berbagai kompetisi film pendek. Kini aku sudah lulus dan ingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi , lewat ujian SBMPTN 2014 aku berharap bisa masuk universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Yah berkat doa dari orangtua, teman-teman semuanya aku mendapat beasiswa dari EKA TJIPTA Foundation lewat acara Kick Andy Metro Tv . Cita-cita terbaruku adalah menjadi guru di pedalaman Indonesia Timur tapi aku juga ingin mengembangkan minat dan kreatifitas  di dunia Film. Serta yang paling penting adalah menjadi contoh di lingkungan masyarakat desa Tunjungmuli bahwa sekolah itu penting untuk masa depan yang lebih baik...Jangan pernah takut untuk bermimpi karena mimpi adalah penyemangat diri.

Jangan pernah menyerah!!!



Mbah dukun Kadini Rejasari

Aku lahir di sebuah desa terpencil di kecamatan Karangmoncol Purbalingga pada tahun 1993, dari seorang ibu bernama Sutimah istri tercantik dari seorang ayah setampan arjuna bernama Abdul Latif ini memiliki cerita unik tersendiri. Yah....dua tahun kepergian ayah tampanku untuk selama-lamanya membuat ibuku Sutimah kangen rupanya. siang tadi aku dan ibuku berbagi kisah proses kelahiranku yang dibantu oleh seorang dukun bernama Mbah Kadini Rejasari.

Bulan Penghabisan

Juli... Bulan penghabisan Waktunya keluar dari zona nyaman Kembali mengembara Mengejar cita Mengolah pikir Memelihara sadar Memanusiakan di...