Adzan
Isya mulai berkumandang begitu nyaringnya di masjid-masjid yang sudah meninggikan
menara TOAnya sebelum Ramadhan datang
beberapa saat lalu. Aku bersama Denis sepupuku yang tahun ini baru naik kelas 6
SD berjalan pelan, sangat hati-hati karena lampu senter yang kubawa tak lagi
terang, semalam lupa tidak di charger. Menaiki jalan setapak dukuh Seliling
yang gelap,licin dengan bebatuan berlumut membuat sandal jepit tak nyaman
dipakai,kalau tidak hati-hati benar bisa terpleset ke kebon kapulaga sekeliling
jalan. Genangan air sisa hujan sore masih tampak di sela-sela batu hal ini tak menyurutkan
langkah pengikut Muhammad SAW ini yang berniat menunaikan ibadah sholat
Tarawih. Celana panjang ku gulung, sarung Denis tampak dicincingkan,bukan
apa-apa salah injak batu yang goyang bisa menciprat air di sela-selanya ke
pakaian kami.
Sudah
pukul 19.23 tak ada adzan Isya berkumandang, suasana sepi jamaah, tak ada satupun laki-laki dari
Seliling Lor yang ada hanyalah 2 orang wanita dan satu anak kecil di dalam mushola yang lebih umum kami sebut “Langgar”
itu. Maka dengan perasaan dongkol kutabuh kenthong dan bedug tujuannya adalah
untuk memanggil para jamaah. Lumayan tiga 0rang datang, dua perempuan tua dan
satu laki-laki dewasa bernama kang Djahudi. Tak kujumpai Imam Langgar datang,
ada kabar beliau sakit.Hal ini yang membuat beberapa jamaah tidak hadir. Tanpa banyak kata kang Djahudi mengumandangkan adzan Isya.
Maka
dengan perasaan grogi iapun mengimami jamaah sholat Isya, meskipun kaku dan
sering salah bacaan sholatnya ia berusaha menjadi imam yang baik, maklum ini
kali pertama ia menjadi imam di mushola. Kang Djahudi mohon maaf kepada Jamaah
bahwa ia tidak bisa mengimami sholat Tarawih maka setelah tahlil aku dan denis
kembali kerumah...yah meskipun kecewa tak dapat sholat Tarawih malam ke 17 di
bulan ramadhan tapi tak apalah. Kugulung sajadahku dan pulang kerumah. Aku
bukan orang yang religius atau mau sok religius tapi pada kesempatan yang baik,
di bulan yang baik ini pula aku berusaha beribadah, menunaikan kewajiban
sebagai seorang muslim sebaik-baiknya.
Hanya
ada dua orang yang bisa menjadi Imam mushola sepeninggal bapakku yaitu pamanku
sendiri dan kang Tarno. Paman sudah 2 tahun ini kena struk, kang Tarno sudah 4
hari ini sakit. Hal ini membuatku berpikir kalau sudah tak ada lagi kang Tarno
siapa yang mau menjadi Imam mushola? Aku jadi ingat suatu hal yaitu pernah berontak
pada bapak karena beliau ingin aku masuk pondok pesantren selepas SD, beliau
bilang kalau aku masuk pondok pesantren bisa dapat jodoh anak pondok yang sudah
pasti bisa menjadi penerusnya menjadi imam di Langgar kami, Langgar Seliling.
Tapi saat itu aku menolak dan memilih kerja di Jakarta. Hal ini membuat bapak
terpukul, satu keinginannya yang sampai hari ini belum bisa kupenuhi yaitu ingin
aku bisa khatam Al-Quran...
perjalanan
pulang dari Langgar aku bilang pada Denis bahwa ia harus belajar ngaji yang
baik, paling tidak melek huruf hijaiyah,rajin beribadah karena ia laki-laki
yang kelak akan menjadi imam di keluarga. Aku bangga pada Denis ia satu-satunya
anak yang rajin berpuasa dan Sholat lima waktu. Akupun kalah sama dia...jadilah
anak yang sholeh Den...dan cepatlah sembuh pak kyai Tarno.