Senin, 29 Desember 2014

Senyum Kecil Usnanto...

Bahagia itu sederhana, yah sangat sederhana...kebahagiaan ini menjadi begitu terasa  menggebu saat jari-jari tanganku bergerak mengancingkan seragam merah putih di tubuh kecilmu, memakaikan sepatu di kaki kecilmu yang berukuran 28, merautkan pensil baru dan memasukannya ke kotak pensil, membelikanmu macam-macam alat tulis dan terakhir melihatmu tersenyum kepadaku  setelah memakai seragam lengkap. Lelah setelah  bolak-balik Dukuh Sampur sebanyak 4 kali dalam seminggu itu terbayar dengan ucapan “ Maturnuwun mbak “  ditambah senyum manismu apalagi jika kau perlihatkan gigi gupismu ahh...lucu! Hari ini Senin 29 Desember 2014 adalah hari yang takan pernah kita lupakan, hari ini merupakan hari yang bersejarah bagimu dan Nenek, jangan pernah kau lupakan itu!

Masih terlihat jelas wajah Usnan 2 bulan lalu saat mengupas buah pinang pada jam sekolah bersama nenek dipipir rumah. Saat itu mbak dan Kangmas Marno mengambil buah pinang dirumahmu, “Usnan kok gak sekolah?”  tanya mbak waktu itu, kau dengan malu-malu menjawab enggak mbak, Usnan bantu nenek ngupas Pinang.  Rasanya mbak sedih Nan, sangat sedih. Ditambah nenek cerita bahwa kau adalah seorang yatim piatu sejak bayi. Nenek cerita ibumu  meninggal karena keracunan darah ular kobra yang dia minum  beberapa saat setelah melahirkanmu, kesalahan karena tak berhati-hati  memberikan jamu. Ayahmu yang tak bisa menerima kepergian ibumu jatuh sakit hingga menyusul ibu ke surga dan pada akhirnya mereka berdua ikhlas menitipkanmu pada Nenek yang sangat tangguh seperti nenekmu, yang biasa kau panggil Biyung itu. Untuk itu kau punya kewajiban membahagiakan Nenek kelak, buat Nenek bangga mempunyai Usnan.

Meskipun kau terlahir menjadi yatim piatu, tempat tinggalmu di hutan dan rumahmu jauh dari kata layak tapi kau layak mendapatkan pendidikan, kau layak hidup normal seperti anak-anak yang lain. Kau mempunyai hak yang sama seperti anak-anak lain. Oiya Nan mbak di kampus ada pelajaran Pkn dan sering membahas macam-macam undang-undang salah satunya pasal 28H kira-kira bunyinya seperti ini “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Kalau Mbak tafsirkan kurang lebih maknanya seperti ini bahwa setiap warga negara berhak untuk hidup layak, sehat dan bertempat tinggal di tempat yang  bersih , aman dan tentram serta mendapat pelayanan kesehatan yang baik, misalnya  pemberian kartu sehat kepada masyarakat miskin agar meringankan biaya kesehatan mereka serta menjamin pelayanan kesehatan masyarakat yang baik, tapi apakah usnan  dan nenek sudah memperoleh semuanya?. Satu lagi Nan dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa “fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh Negara”. Maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa semua orang miskin dan semua anak terlantar dipelihara oleh negara tetapi pada kenyataannya yang ada dilapangan bahwa tidak semua orang miskin dan anak terlantar dipelihara ole Negara. Iya Nan Mbak Memey maklum di Negara kita yang miskin jumlahnya jutaan. Heheh kok mbak jadi kaya mahasiswa hukum yah bahas undang-undang...enggak Nan, ini biar kau tahu saja bahwa sebenarnya kau berhak atas hidup layak.






Minggu, 14 Desember 2014

Naskah Video Greeting

  
“Mr. Joker”

Scene 1 (Opening)
Long Shoot pada gedung Indosiar tampak Logo Indosiar. Seorang Joker berjalan masuk ke Ruang Transportasi  dan menyapa pegawai yang tengah sibuk.

Joker
 Selamat Siang.... Sibuk ya? (melambaikan tangan)

Crowdid
Siang juga...ekspresi sibuk

Scene 2
Joker berlari dengan lincah menuju posko security dan menanyakan keamanan.
Joker
memberi hormat pada security, semua aman terkendali?

Crowdid
security Siap... semua aman terkendali (serentak)

Scene 3
Joker berlari menuju lobby dan melihat kesibukan para cleaning service, recepcionist dan security

Joker
haiii....Selamat bekerja yaaa...

( menepuk bahu cleaning service yang sedang bersih-bersih kemudian melambaikan tangan)

Scene 4
Joker masuk lift dan keluar lift bertemu recepcionist
Joker
Hai apa kabar?

Recepcionist
Baik..
Joker belok kiri ke ruang Procurment

Joker
semangat yaaaa!!!

Crowdid
Siap semangat!
Joker berlari ke ruang GA dan melihat kesibukan didalamnya
Joker
Sibuk nih yeee??

Crowded
Senyum

Joker
Semangat...semangat..semangat...!!!
Joker menuju ruang pesta

Scene 5
Joker masuk ke ruang pesta , Ia muncul dari tengah-tengah keramaian dan membawa tongkat ajaib

Joker
Demi kesejahteraan bersama....( sambil mengacungkan tongkat)
    
Kepala divisi
Kami keluarga besar Indosiar mengucapkan....

Crowdid
SELAMAT ULANG TAHUN

Kepala Divisi
Semoga INDOSIAR tetap Jaya

Crowdid
Horeeee....
Melanjutkan pesta



SELESAI


Sabtu, 27 September 2014

Edisi flash back THI

Rumah tempatku bekerja sembilan tahun yang lalu
Sembilan tahun yang lalu dirumah mewah ini aku melewatkan masa kanak-kanakku, aku masih sangat ingat di pintu pojok kiri lantai dua rumah ini aku pernah menyelipkan dua gigi gerahamku yang copot. Saat itu usiaku sebelas tahun. Aku menjadi seorang pembantu rumah tangga dirumah ini, pekerjaanku sehari-hari adalah membersihkan rumah, mencuci baju, menyiram tanaman, memberi dan merawat ternak ayam Kate dan Serama juga menjaga seorang bayi usia empat bulan bernama Aliang. Hari-hariku adalah kerja dan kerja.

Sore kemarin aku melintas di komplek perumahan ini, Taman Harapan Indah Blok M no 8. Bentuk rumahnya masih seperti dulu, bersih terawat. Aku menyempatkan waktu untuk memotret rumah ini, sebagai kenang-kenangan bahwa aku pernah menjadi penghuni didalamnya. Selesai memotret kupandangi dalam-dalam rumah ini, kubayangkan wajah nyonya dan tuan besar sembilan tahun silam sedang duduk di teras depan mengamatiku membersihkan kandang ayamnya, kubayangkan wajah non Aling yang ramah meminta bantuan menggendong Aliang, Kubayangkan wajah non lili saat menyuruhku membersihkan gudang, kubayangkan wajah non Afong yang manja memintaku memasang pembalut di celana dalamnya, terakhir kubayangkan teman seperjuanganku Iyem dengan rambutnya yang kriting dan mengembang menjuntai sampai lantai. Pikiranku melayang menjelajahi kenangan-kenangan masa silam, kenangan manis dan pahit dirumah ini.


Arrghh...rumah ini penuh kenangan, senang sekali bisa melihat rumah ini lagi...Sekarang aku bukan lagi buruh, tetapi seorang Mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Segala mimpi-mimpiku sempat terhenti dirumah ini, tapi kini aku kembali memeluk mimpi-mimpiku...

SkenarioMu Indah

SkenarioMu Indah

“Kegagalan adalah ibu dari segala kemujuran” begitu kalimat yang pernah kubaca pada halaman belakang sampul sebuah LKS usang di sudut rak bukuku. Hari ini tiba-tiba aku ingat kalimat itu. Yah aku telah mencabut status kemahasiswaanku yang baru berjalan satu bulan di sebuah Universitas elit di pinggiran Ibukota. Orang bilang sebuah langkah nekad,berani dan beresiko besar terhadap masa depanku. Tapi aku tak memaknainya demikian. Gagal itu biasa, bangkit dari kegagalan itu baru luar biasa. Sesal pasti ada, namun aku merasa tidak akan berkembang bila terus disana.

Segala mimpi-mimpi menjadi seorang filmmaker masih ada. Aku dan kegagalanku sebagai mahasiswa universitas elit cukuplah menjadi pelajaran hidup tentang arti sebuah pilihan. Sekarang aku berhak memilih jalan hidup mana yang akan kutempuh meski bayangan wajah-wajah penuh kekecewaan menghantui setiap detik nafasku, wajah-wajah orang yang kusayangi, wajah-wajah  yang telah kupupuskan harapannya. Teruntuk Mas angkatku, aku sangat menyayangimu. Aku menyesal telah mengecewakanmu.

Hari ini aku menemukan jalanku, aku dipertemukan dengan orang-orang hebat, aku siap memeluk kembali mimpi-mimpiku. Ruang ini memang sempit, tapi takan pernah bisa menyempitkan langkahku. Terimakasih Allah, skenarioMu sungguh indah....Kau tempatkanku di Kampus mini yang nyaman ini.


Senin, 14 Juli 2014

sakitnya sang Imam

Adzan Isya mulai berkumandang begitu nyaringnya di masjid-masjid yang sudah meninggikan menara TOAnya  sebelum Ramadhan datang beberapa saat lalu. Aku bersama Denis sepupuku yang tahun ini baru naik kelas 6 SD berjalan pelan, sangat hati-hati karena lampu senter yang kubawa tak lagi terang, semalam lupa tidak di charger. Menaiki jalan setapak dukuh Seliling yang gelap,licin dengan bebatuan berlumut membuat sandal jepit tak nyaman dipakai,kalau tidak hati-hati benar bisa terpleset ke kebon kapulaga sekeliling jalan. Genangan air sisa hujan sore masih tampak di sela-sela batu hal ini tak menyurutkan langkah pengikut Muhammad SAW ini yang berniat menunaikan ibadah sholat Tarawih. Celana panjang ku gulung, sarung Denis tampak dicincingkan,bukan apa-apa salah injak batu yang goyang bisa menciprat air di sela-selanya ke pakaian kami.

Sudah pukul 19.23 tak ada adzan Isya berkumandang, suasana sepi jamaah, tak ada satupun laki-laki dari Seliling Lor yang ada hanyalah 2 orang wanita dan satu anak kecil  di dalam mushola yang lebih umum kami sebut “Langgar” itu. Maka dengan perasaan dongkol kutabuh kenthong dan bedug tujuannya adalah untuk memanggil para jamaah. Lumayan tiga 0rang datang, dua perempuan tua dan satu laki-laki dewasa bernama kang Djahudi. Tak kujumpai Imam Langgar datang, ada kabar beliau sakit.Hal ini yang membuat beberapa jamaah tidak hadir. Tanpa banyak kata kang Djahudi mengumandangkan adzan Isya.

Maka dengan perasaan grogi iapun mengimami jamaah sholat Isya, meskipun kaku dan sering salah bacaan sholatnya ia berusaha menjadi imam yang baik, maklum ini kali pertama ia menjadi imam di mushola. Kang Djahudi mohon maaf kepada Jamaah bahwa ia tidak bisa mengimami sholat Tarawih maka setelah tahlil aku dan denis kembali kerumah...yah meskipun kecewa tak dapat sholat Tarawih malam ke 17 di bulan ramadhan tapi tak apalah. Kugulung sajadahku dan pulang kerumah. Aku bukan orang yang religius atau mau sok religius tapi pada kesempatan yang baik, di bulan yang baik ini pula aku berusaha beribadah, menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim sebaik-baiknya.

Hanya ada dua orang yang bisa menjadi Imam mushola sepeninggal bapakku yaitu pamanku sendiri dan kang Tarno. Paman sudah 2 tahun ini kena struk, kang Tarno sudah 4 hari ini sakit. Hal ini membuatku berpikir kalau sudah tak ada lagi kang Tarno siapa yang mau menjadi Imam mushola? Aku jadi ingat suatu hal yaitu pernah berontak pada bapak karena beliau ingin aku masuk pondok pesantren selepas SD, beliau bilang kalau aku masuk pondok pesantren bisa dapat jodoh anak pondok yang sudah pasti bisa menjadi penerusnya menjadi imam di Langgar kami, Langgar Seliling. Tapi saat itu aku menolak dan memilih kerja di Jakarta. Hal ini membuat bapak terpukul, satu keinginannya yang sampai hari ini belum bisa kupenuhi yaitu ingin aku bisa khatam Al-Quran...

perjalanan pulang dari Langgar aku bilang pada Denis bahwa ia harus belajar ngaji yang baik, paling tidak melek huruf hijaiyah,rajin beribadah karena ia laki-laki yang kelak akan menjadi imam di keluarga. Aku bangga pada Denis ia satu-satunya anak yang rajin berpuasa dan Sholat lima waktu. Akupun kalah sama dia...jadilah anak yang sholeh Den...dan cepatlah sembuh pak kyai Tarno.

Selasa, 08 Juli 2014

sebuah protes untuk diri


Masih kudengar nyanyian duka seorang bocah yang telah lama ditinggal mati bapaknya, masih kulihat seorang ibu termenung di bawah pohon karet dalam hati menyumpah serapah sebuah lembaga pendidikan yang tak bisa toleransi perihal pembayaran SPP bulanan, dari mulut sang bocah keluar kata menimbulkan  suara serak tercekik mengadu dengan haru, tentang sistem biaya pendidikan di sekolahnya.

konon beberapa minggu lalu ia gagal membawa pulang kartu ujian akhir semester, dari bibirnya kudengar suara lirih memprotes, memprotes pada keadaan yang tak berpihak pada nasibnya.

 Pagi menjelang ujian semester, ia masih protes karena harus membeli selembar kertas bernama kartu ujian sementara Rp.1000 rupiah.Belum lagi setelah tiga hari tak mampu membayar uang SPP bisa-bisa diusir dari ruang ujian.Pulang kerumah dan kembali esok harinya menyeret paksa ibunya yang tengah menyadap karet untuk membuat perjanjian kesanggupan membayar SPP. Setelah di deadline hari dan tanggal ibunya harus bekerja keras,memaksa karet-karet di kebun menetes deras, memaksa kopi-kopi panen sebelum waktunya, memaksa ayam-ayam lekas membesar agar dapat dijual ke pasar untuk membayar SPP. Protes hanyalah protes, protes untuk dirinya sendiri.

Semua bermula pada tahun ajaran baru 2013, saat wajah-wajah siswa smp selamat dari belenggu ujian nasional. Niat tulus sang bocah  hendak menunaikan kewajiban belajar, memberantas kebodohan, menuai hasil belajar di kemudian hari malah terjebak dalam permainan sengit para oknum berseragam keki. Berharap suatu hari nanti ada sekolah gratis bagi siswa yatim dengan otak pas-pasan sepertinya, sekolah gratis tanpa syarat macam-macam.

tak mengerti naik kelas atau tidak dia tahun ini, aku tak melihat raportnya. Yah...dia belum bayar SPP raportpun gagal dibawa pulang.

Love u my nephew

Rabu, 25 Juni 2014

secarik kisah dari mantan asisten rumah tangga

Aku biasa dipanggil meme oleh keluargaku, nama lengkapku Misyatun. Nama yang begitu singkat dan ndeso bukan?  sampai hari inipun aku tak mengerti apa arti nama Misyatun itu. Tapi aku tak mempermasalahkan apa arti sebuah nama, aku percaya kedua orangtuaku memberikan nama terbaik dan didalamnya ada doa dan harapan agar Misyatun tumbuh menjadi orang yang berguna, berbakti kepada orangtua,guru, agama dan bangsa.

 Lahir di sebuah desa terpencil di kecamatan Karangmoncol Purbalingga pada tahun 1993, dari seorang ibu bernama Sutimah, ibu sekaligus ayah bagiku. Mengapa? Karena selama ini ibuku yang bekerja mencari nafkah untuk menghidupi aku dan ayahku...oiya ibuku adalah seorang pekerja serabutan. Kadang menjadi buruh tani di ladang orang, kadang mencari kayu bakar untuk dijual, kadang juga berjualan daun pisang  ke penjual tempe. Ibuku tak pernah sekolah itu yang membuatnya buta huruf. Sampai suatu ketika ibuku mendapat kupon beras Raskin dari kader desa yang tertukar dengan milik orang lain ia tak tahu, karena tak bisa membaca dan pada akhirnya gagal membawa pulang Raskin. Ayahku bernama Abdul Latif ayah yang teramat kusayangi yang sekarang sudah menghadap yang Kuasa karena sakit. Seingatku ayahku sudah tak bekerja waktu aku masih duduk di bangku kelas 1 SD, karena sudah tak lagi muda dan tenaganya telah habis termakan usia. Ayahku lahir pada tahun 1936, sementara Ibuku lahir pada tahun 1955. Aku tak mempunyai adik maupun kakak kandung, aku hanya mempunyai kakak tiri anak  bapak dari pernikahan terdahulu dengan orang lain.

Hidup di desa, ditengah keluarga miskin membuatku terbiasa menikmati hidup dengan segala kekurangan. Tapi aku tak mau menyerah dengan keadaan, aku punya mimpi untuk merubah taraf hidup keluargaku dengan cara memberantas kebodohan dan merubah pola pikir maka atas nama keluarga, atas nama bapak ibu, aku akan bersekolah setinggi-tingginya. Dengan cara sekolah yang setinggi-tingginya setidaknya aku tidak menjadi seorang buruh tani seperti ibuku.

Aku bersekolah di MI MAARIF NU 02 TUNJUNGMULI, sebuah sekolah setingkat SD. Disana aku belajar dengan semangat, hingga aku selalu mendapat peringkat tiga besar.Hampir tiap semester aku peringkat 2 dan 3 terus menerus. Lulus SD alhamdulillah peringkat satu. Selama 6 tahun aku hanya sekali membayar SPP. Mengapa? Karena keluargaku tak mampu membayar, hingga suatu hari pada tahun 2005 menjelang ujian akhir sekolah aku hampir putus sekolah karena malu tak mampu membayar ujian yang saat itu Rp 90.000. Berkat kepala sekolah bernama pak Herudin aku tak jadi putus sekolah, aku dibebaskan dari bayaran ujian. aku lulus SD...

Setelah Lulus SD aku tak mampu melanjutkan ke SMP karena faktor biaya. Saat itu belum ada beasiswa BOS seperti sekarang ini. Maka dari itu aku memutuskan untuk mengadu nasib di jakarta Saat itu usiaku sekitar 12 tahun, aku menjadi seorang pembantu rumah tangga. Lewat yayasan penyalur pembantu rumah tangga di daerah Mangga besar Jakarta Pusat aku mulai bekerja kerumah-rumah tuan dan nyonya di Jakarta. Aku yang saat itu masih kecil tidak betah lama-lama kerja di satu rumah hingga aku sering berpindah-pindah majikan di Jakarta. Dimulai dari cempaka putih, jembatan lima, sunter, Prapanca, kelapa gading dan Apartemen OASIS aku memulai hidup mandiri. Mimpi untuk melanjutkan sekolah masih ada dalam hati, dengan sangat hemat aku mencoba menyisihkan uang hasil kerjaku yang saat itu Rp 250.000 untuk melanjutkan sekolah. Hidup sebagai pembantu rumah tangga sering dimarahi, dibentak dan dicaci majikan membuatku semakin sadar bahwa Jakarta bukan tempat yang cocok untuk merantau. Meski tidak semua majikan begitu tapi apesnya saat itu majikanku pemarah. Setelah dari jakarta aku pindah kerja ke Bandung pada tahun 2006. Alhamdulillah aku mempunyai majikan yang baik, penyayang, aku sangat menikmati pekerjaanku sebagai pengasuh anak usia 2 tahun. Lalu majikanku yang asli bandung itu pindah ke papua di PT Freeport Indonesia, akupun sempat bekerja disana beberapa bulan. Hingga mimpi yang terpendam untuk kembali bersekolah itu muncul kembali.  Aku memutuskan untuk pulang ke jawa dan sekolah lagi.

Aku  mendaftar di SMP 4 satu atap Karangmoncol pada tahun 2008 dan lulus tahun 2011. Sebuah sekolah terpencil di pedalaman kecamatan karangmoncol. Dari sinilah aku tak takut untuk bermimpi dan memulai membangun segala mimpi tinggiku. Untuk mencapai sekolah aku harus berjalan kaki sejauh 4 Km, menuruni medan berkelok diantara sawah-sawah.  Disana aku mempunyai guru bernama pak Aris Prasetyo, beliau adalah guru yang menginspirasi, cerdas, dan mengabdi setulus hati mengajar anak-anak desa. Hingga beliau mendirikan ekstrakurikuler film di SMPku, saat itu aku mendaftar menjadi anggotanya, hingga pada tahun 2009 lahirlah film pendek pertama kami yang berjudul “ baju buat kakek”. Aku semakin semangat bersekolah. Selama SMP aku mendapat beasiswa Retrival BOS hingga lulus aku tak membayar SPP. Nilai nilaikupun bagus aku 2 kali mendapat peringkat 2, 2 kali mendapat peringkat 1 dan 2 kali mendapat peringkat 3. Aku semangat bersekolah karena aku tak mau lagi menjadi pembantu rumah tangga kelak. 


Uang hasil kerjaku dan sumbangan dari majikanku di Papua Ibu Nancy Sofyan aku pakai untuk melanjutkan ke SMKN 1 Purbalingga, hingga akhirnya aku memutuskan pindah sekolah ke SMK Rembang Purbalingga karena saat itu kondisi ayahku kritis,aku ingin menemani saat-saat terakhir ayahku. Oiya  SMKN 1 Rembang berada di kecamatan rembang, letaknya sekitar 12 Km dari tempatku tinggal. Setiap pagi aku harus berjalan kaki sejauh 4 km menuju bali desa tempat angkutan umum ngetem. Aku menumpang angkutan umum menuju sekolah sebanyak 2 kali. Tidak sedikit uang yang harus kukeluarkan untuk membayar angkutan umum yaitu Rp 8000 rupiah untuk bayar angkot pulang pergi. Sebagai anak buruh tani uang 8000 sangat sulit di dapat. Kadang kalau uangku tak sampai 8000 aku tetap berangkat, aku suka mencegat pak guru yang lewat naik motor untuk memboncengkanku ke sekolah. Akupun sering jalan kaki separuh perjalanan untuk menghemat uang saku. di SMKpun aku menjadi aktivis. Hingga pada tahun 2013 aku mendapat amanat menjadi ketua osis. Nilai-nilai akademis masih berada pada posisi 3 besar persis seperti SMP. Kadang peringkat 2 kadang 3. Aku yang saat itu sudah belajar membuat film pendek ingin kembali berkarya di SMK, aku mendirikan komunitas bernama pedati Film dengan menunjuk Cinema Lovers Community Purbalingga sebagai Fasilitator produksi dan distribusi film-film kami, serta dukungan dari masyarakat setempat, sahabat, teman dan saudara-saudara tercinta kami berhasil  membuat 4 judul film pendek dan berhasil menjuarai berbagai kompetisi film pendek. Kini aku sudah lulus dan ingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi , lewat ujian SBMPTN 2014 aku berharap bisa masuk universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Yah berkat doa dari orangtua, teman-teman semuanya aku mendapat beasiswa dari EKA TJIPTA Foundation lewat acara Kick Andy Metro Tv . Cita-cita terbaruku adalah menjadi guru di pedalaman Indonesia Timur tapi aku juga ingin mengembangkan minat dan kreatifitas  di dunia Film. Serta yang paling penting adalah menjadi contoh di lingkungan masyarakat desa Tunjungmuli bahwa sekolah itu penting untuk masa depan yang lebih baik...Jangan pernah takut untuk bermimpi karena mimpi adalah penyemangat diri.

Jangan pernah menyerah!!!



Mbah dukun Kadini Rejasari

Aku lahir di sebuah desa terpencil di kecamatan Karangmoncol Purbalingga pada tahun 1993, dari seorang ibu bernama Sutimah istri tercantik dari seorang ayah setampan arjuna bernama Abdul Latif ini memiliki cerita unik tersendiri. Yah....dua tahun kepergian ayah tampanku untuk selama-lamanya membuat ibuku Sutimah kangen rupanya. siang tadi aku dan ibuku berbagi kisah proses kelahiranku yang dibantu oleh seorang dukun bernama Mbah Kadini Rejasari.

Senin, 12 Mei 2014

Bukan Republik Sinetron

Televisi bukan lagi barang langka bagi masyarakat desa yang kita semua tahu didalamnya menayangkan berbagai acara yang dapat memberikan hiburan kepada masyarakat Seperti sinetron, berita, komedi, film, kuis, reality show, dan lain-lain. Dari tayangan-tayangan tersebut yang paling banyak ditonton oleh masyarakat desa  adalah sinetron dan berita. Sinetron ditonton pada malam hari dan berita di pagi hari.  Para penggemar sinetron terutama warga masyarakat desa merasa terhibur dan puas dengan sinetron yang ditayangan hampir setiap hari . Sinetron bagi warga desa adalah satu-satunya hiburan yang bisa di akses dengan mudah dan murah. Kebanyakan sinetron yang ditayangkan bertemakan percintaan, rebutan harta, rebutan anak, mertua jahat dan anak durhaka.

Sinetron remaja yang bertemakan percintaan berisi cerita cinta yang terjadi di masa remaja. Namun sungguh disayangkan karena cerita cinta dalam sinetron lebih banyak berisikan perselingkuhan, kebebasan hidup, narkoba, penindasan dan kekerasan remaja. Masalah ini tentunya akan memiliki dampak negatif terhadap perkembangan kehidupan remaja.

Masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Jadi sangat mungkin perbuatan-perbuatan tokoh-tokoh dalam sinetron dapat ditiru. Bahkan bagi remaja yang menjadi penggemar berat seorang artis sinetron tertentu bisa saja menirukan gaya hidup dan tingkah laku artis tersebut Jika tingkah laku artis itu baik, maka tidak masalah. Namun akan menjadi masalah jika tokoh-tokoh dalam sinetron tersebut bertindak negatif.

 Pada kenyataannya, sekarang ini banyak remaja desa menirukan gaya hidup seperti dalam sinetron. Seperti model pakaian yang dikenakan dan gaya hidup yang identik dengan kemewahan dan kosumerisme. Bahkan dengan tayangan sinetron yang mengandung unsur kekerasan telah mengubah sikap remaja desa menjadi anarkis. Banyak remaja desa sekarang ini bersikap cuek dan tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya. sering  mendengar anak-anak SD yang sedang berkerumun di halaman sekolah saat jam istirahat tengah asyik masyuk menceritakan seorang tokoh pemain sinetron lengkap dengan adegannya yang ia tonton semalam. Begitu hafalnya mereka terhadap sinetron namun sulit untuk menghafal materi pelajaran. Dampak sinetron juga telah membuat para penyelenggara negara menjadi pintar akting di depan publik melalui politik. Dimana janji-janji di lontarkan,dimana sumpah serapah jabatan di ingkari sendiri.

Setelah sinetron yang tidak mendidik ada juga berita yang sebagian besar berisi  berita kriminal .Pelecehan seksual anak, perampokan, pencurian, gantung diri, korupsi ,politik dll. Lalu manfaat apa yang bisa diperoleh oleh masyarakat desa sebagai penonton ? apa yang bisa diteladani dari berita semacam ini? Sangat jarang dijumpai berita remaja yang berprestasi, kalau sekedar menang olimpiade matematika satu dua kali pernah melihat. Tapi itu tidak menginspirasi karena pada dasarnya kami masyarakat desa  tidak memakai rumus-rumus matematika sehari-harinya. Menanam cincau tidak perlu rumus persamaan kuadrat, deret aritmatika, geometri dkk...berita korupsi yang menjerat para pejabat negara tampak dijadikan teladan oleh pemimpin kita, sebagai contoh di Kabupaten Purbalingga ada kasus penunggakan raskin sebesar 285 juta rupiah yang salah satunya di akibatkan oleh oknum satgas atau perangkat desa dimana uang pembelian raskin dari warga dipakai dahulu untuk keperluan pribadi,baru kemudian disetorkan mendekati batas waktu pelunasan. Ini baru raskin yang terekspose belum yang lainnya....

Republik ini bukan republik sinetron!








Senin, 05 Mei 2014

seragam Angker Sang Mandor

Kaki pelan menapak, jari-jari kaki mencengkeram kuat turunan jalan setapak yang licin, satu gulung cincau membebani punggungku,kain gendongan serasa mau copot. Hujan tak juga mau berkompromi siang ini,ia terus menurunkan bulir-bulirnya dengan deras, dalam hati berbicara lirih” duh Gusti,bukanku ingkar terhadap nikmatMu ini tapi kalau hujan terus bagaimana cincauku bisa dijemur agar cepat kering” .Hampir setiap hari aku melewati jalan ini,jalanku menjemput rizki yang di sediakan alam.Maka tidak salah apabila ada kalimat “Hutan adalah paru-paru kehidupan”. Aku Sutimah petani tanpa lahan milik pribadi,penggarap lahan perhutani. Hutan adalah sumber kehidupan bagiku dan keluargaku..Hidup sebagai petani Cincau tanpa lahan milik pribadi adalah bukan pilihan.Mengapa bukan pilihan? Akan kuceritakan padamu kawan.Ada banyak kecurangan di sekitarku,tapi aku takut angkat bicara. Aku takut lahanku,sumber kehidupanku di cabut kalau aku angkat bicara,aku tak bisa membaca,bukan hanya tak bisa membaca tulisan saja,aku juga tak bisa membaca situasi manusia era ini,manusia yang gila harta,kekuasaan,kehormatan dan jabatan.
Alhamdulillah sampailah aku di rumah mungilku,kuletakan gulungan cincau yang kugendong di depan teras rumah, aku bergegas masuk kerumah dan membersihkan diri. " Assalamualaikum,assalamualaikum ”...terdengar uluk salam dari luar rumah,kubukakan pintu ternyata orang pendek berseragam perhutani lengkap dengan topi dan sepatu boots. Kaget bukan kepalang di datangi orang berseragam,bagiku orang berseragam adalah keramat,terhormat lagi berpangkat...sampai-sampai aku berkeinginan punya menantu berseragam hehee...yah kusapa dengan segala hormat,dialah Sang mandor Hutan. Ada apa gerangan dia kemari aku belum tahu,tapi kurasa tak mungkin ia hendak melamarku,aku sudah peot begini rupa, atau barangkali hendak ngunduh mantu? Tak mungkinlah anakku menyukai mertua berseragam Perhutani.” Mangga lungguh (silakan duduk) pak,sekedap kula damelaken unjukkan”,aku buatkan kopi khas pedukuhan seliling,kopi gula jawa. Tak berapa lama aku  keluar dari dapur membawa 2 cangkir kopi untuk si tamu berseragam keramat ini. Kupersilakan ia minum, “mangga unjukane pak”...(silakan minumannya pak) ”iya mbok maturnuwun,Kiye kaya kiye mbok inyong perlu mrene jere rika wis panen cincau ping kopang kaping ora aweh jatah maring kehutanan lha inyong siki arep njaluk jatah”( begini ibu sudah panen cincau berkali-kali tapi belum memberi jatah pada perhutani,maksud kedatangan saya kemari adalah mau minta jatah). Jatah apa sih pak? Tanyaku pada pak mandor. “Jadi begini mbok tiap kali panen cincau,  perhutani memungut 30% dari hasil penjualan cincau yang ditanam di lahan perhutani” pak mandor menjelaskan, “Maksude kepriwe pak? Jajal ngomonge nganggo bahasa penginyongan bae,ben genahlah,inyong kiye wong endonesa sing ora teyeng ngomong endonesa”(coba dijelaskan apa maksudnya dalam bahasa banyumasan saja karena saya orang indonesia yang tidak paham bahasa indonesia) Maklumlah aku dulu tidak pernah mengunyah genteng sekolah heheh...” dadi kaya kiye mbok Sutimah,kehutanan ngewajibna para penggarap alas sing nandur cincau kudu nyetoraken duit hasil cincau maring kehutanan sing jumlahe 30 persen saben panen. Saben panen ya mbok! Aku kaget,dan berdiri membenarkan tapih takut mlorot karena syock. “ala biyung aturane sapa kuwe? Sapa sing gawe aturan? Anu kepriwe bisa unggal panen? Duite nggo apa nang perhutani?(terjemahkan sendiri ya buka kamus banyumasan heee) “uangnya kami kami pakai membeli bathok kelapa bagi para penderes getah pinus  mbok,gara-gara harga cincau tinggi sebagian penderes pinus lebih memilih menanam cincau daripada nderes,akibatnya tidak ada pemasukan kas di perhutani,maka dari itu kami memungut iuran wajib perpanen,yah tidak harus 30% sih mbok,berapapunlah seikhlasnya” aku jadi berpikir kok seikhlasnya? Kok tidak tegas dalam memungut? Kok tidak ada pemberitahuan secara resmi dari dinas kehutanan? Berapa banyak “kok” yang ingin aku tanyakan tetapi tampaknya si mandor berseragam ini akan menjawab dengan meyakinkan bahwa ia hanyalah menjalankan tugas perhutani. “Kopine pak selak adem” ( “kopinya pak keburu dingin”) ia bertanya padaku kapan akan membayar,aku aku diam berpikir listrik saja belum saya bayar sudah ketambahan beban lagi...” nggih ngenjang kula usaha riyin pak” ( saya usahakan dulu pak”) kalaupun ada uang aku tak mau memberikannya kepada buaya lapar berseragam ini.Menjadi orang buta huruf bisa saja buta dalam segalanya, tapi tidak untuk kali ini,aku bisa membaca kelicikan dari balik seragam angker sang mandor.
Tidak ndor,tidak akan saya kasih barang satu rupiahpun. Kami sudah membayar pajak tahunan,sekarang kami juga harus dibebani iuran rutin tiap panen? Ahh ndor ndor...jangan kau bermakmum pada penjilat agung negara ini...



Senin, 10 Februari 2014

Skandal Arit

Hujan subuh menyisakan kabut tebal di atas bukit Seliling,matahari enggan menampakan diri, angin bertiup ribut di luar rumah, dingin pagi menyusup masuk kedalam tubuh kurusku membuat enggan untuk bangun tidur , kutarik selimut dan tidur lagi. “Praaaang”suara seng rumahku jatuh tertiup angin, aku kaget dan segera bangun dari tidurku.

Aku biasa dipanggil Sutimah oleh penduduk Bukit Seliling tempatku tinggal, pekerjaan sehari-hariku bertani Janggelan. Aku harus bekerja menggarap lahan Cincau seorang diri setelah suamiku meninggal dunia dua tahun silam ,puluhan tahun aku menggarap hutan milik perhutani. 

Aku menanam cincau hitam di lahan seluas 2 hektare. Aku harus tetap semangat menggarap lahan cincau , demi menghidupi dan menyekolahkan anakku...aku asah aritku yang yang sudah gompel itu, arit peninggalan mendiang suamiku, arit yang memberikanku kehidupan. Berbekal arit itu aku memanen cincau di hutan. 

Gesekan demi gesekan batu asahan perlahan membuat aritku tajam...mata arit siap menghunus batang-batang cincau janggelan. Kulangkahkan kaki ini pada jalan terjal menuju bukit Seliling, tempat janggelan menunggu ajal. 

Pagi itu aku tak sendiri, di depanku ada sekelompok buruh tani yang akan bekerja di lahan cincau milik juragan Marto Klentheng, seorang juragan penggarap lahan perhutani terluas di bukit seliling. Ada juga ki Sanrikin yang kebetulan lahan garapannya bersebelahan denganku. 

Kadingaren gasik temen rika ki jam semene wis tekan ngluwung?” ( Tumben pagi sekali sudah sampai hutan Ki?”) tanyaku pada ki Sanrikin. “  

Iya Sut arep mes-mes  cincau  ( ‘’ iya mau mupuk cincau”)" jawabnya..

Aku berjalan di belakangnya, aku ngos-ngosan lelah kadang sedikit sadar kalau diri sudah tak lagi muda, pun dengan ki Sanrikin yang 7 tahun lebih tua daripadaku ia terlihat sempoyongan memikul  2 kantong pupuk urea  masing-masing kantong seberat 25 kg. 

Yah kami adalah seorang yang tak lagi muda, seperti halnyna daun cincau makin berumur makin habislah saripatinya dan tenaganya. 

Ki Sanrikin adalah sahabat kecil mendiang suamiku, meskipun sahabat kecil tapi kadang suamiku sering bertengkar dengannya lantaran ia sering menyorok tanah batian ( batas tanah garapan) kami. 

Aku dan sanrikin tua terus berjalan, perlahan sampailah kami di tanah garapan. Aku belok ke kiri sementara sanrikin lurus ke kanan..aku letakan Arit, tali bambu dan kain gendonganku yang berisi bekal makanan  dan sebotol teh pahit dibawah pohon pinus. 

Tanpa banyak membuang waktu segera kuarahkan aritku  menebas batang-batang Janggelan.. Ku lihat Sanrikin berjalan tergopoh-gopoh matanya merah, wajahnya yang keriputpun ikut merah padam..matanya melotot, gigi tuanya menggeretak menimbulkan tanda tanya dalam diriku...

"Sut, ko nyolong arite nyong yah? Balekna ngeneh!!!! Balekna ora? Mageh balekna!!!  ( sut kamu mencuri arit saya ya? Ayo kembalikan!!!) ," bentak Sanrikin. 

"Inyong ora nyolong arite rika kaki Rikin!!  ( saya tidak mencuri aritmu Ki Rikin) jawabku, 

"Lha wong kawit mau ko sing nangkene..ko sing liwat, langka wong lia maning. Jengah balekna!!!  ( lha dari tadi Cuma kamu yang disini. Tidak ada orang lain yang lewat,ayo cepat kembalikan!!!) bentak Sarikin lagi.  

"Sumpah demi Allah nyong ora nyolong, angger nyong nyolong aja ngasi ketemu maning karo rika, ( sumpah demi Allah saya tidak mencuri, kalo saya mencuri jangan sampai saya bisa bertemu lagi dengan kamu)".

Sanrikin terdiam,ia pergi meninggalkanku dengan wajah jengkel  kembali ke lahannya..akupun jengkel dituduh mencuri arit Sanrikin.sejak saat itu ingin rasanya kuganti namanya menjadi Musyrikin. 

Sungguh sangat menjengkelkan perilakunya itu, kuamati sekelilingku ternyata pohon jati sudah bergeser satu meter dari tanah batian...

”duh Gusti tanahku disorok lagi olehnya “.  Kataku dalam hati. Benar-benar akan kupanggil Musyrikin si penyorok tanah. Aku melupakan Sanrikin dan kembali membabat cincau. 

Belum sempat aritku menyentuh batang cincau datanglah Musyrikin  dengan wajah dua kali lipat lebih garang dari sebelumnya, berkacak pinggang kemudian membusungkan dadanya kemudian mendekatiku. ” anapa maning rika tekan mrene”???  ( ada apalagi kamu kemari??? Tanyaku dengan nada ketus, 

Arite nyong balekna!!! . Arep di balekna ora??? ( kembalikan arit saya, mau dikembalikan atau tidak???) bentak Musyrikin. 

Di balekna kepriwe nyong ora nyolong arite rika..”  ( dikembalikan apanya saya tidak mengambil) jawabku.  

Wedhus balekna koh!!!   (Dasar Kambing, ayo kembalikan !!!).  Nyah arit goang”. Aku keluarkan aritku yang sudah gompel. 

Sanrikin semakin marah, akupun tak kalah garang darinya..kupelototi wajah tuanya sejadi-jadinya. Kali ini akupun bisa jauh lebih garang darinya jengkel dituduh mencuri aritnya. Sanrikin menunduk, mata tuanya merah ia menangis entahlah ia menangis takut atau merasa bersalah padaku.. Aku jadi tak tega melihatnya. Sanrikin kembali meninggalkanku kembali ke lahannya.

Sudah dua kali aku dibuat jengkel olehnya hari ini, segala sumpah serapah telah kuucap untuk meyakinkannya kalau bukan aku pencuri aritnya. Aku kembali melupakan musyrikin, iya aku kekeuh akan menamai dia musyrikin detik ini. Tak peduli suka atau tidak, bagiku ia manusia golongan musyrikin yang suka menuduh tanpa bukti. 

Aku membungkukan badan  arit gompelku kembali beradu dengan batang cincau.
Aarrrrgggghhhhhhhhhhhh........betapa kagetnya aku musyrikin sudah ada di depanku persis, wajahnya menyeramkan. 

Anapa maning rika mrene hah??? Arep ngaran-arani nyong nyolong arite rika???  Wedhus koh...luwak,mberu,Kiye angger rika ora percaya...  ( ada apa lagi kamu kemari, mau menuduh saya mencuri aritmu, kambing, musang, luwak)." 

Aku lepas tapihku. ( aku dobelan celana aja mikir ngeres dipit hehee) "kuwe mbok ora percaya nyong ora nyolong arite rika yakin golagokin sumpah busung aja ketemu maning karo rika angger nyong nyolong arite rika. ( nih kalau tidak percaya, saya tidak mengambil aritmu)." 

“Sabar sut, arite wis ketemu nang pok gedang wringin...kiye arite” 

Sambil tersenyum manis ( sabar sut aritnya sudah ketemu dibawah pohon pisang wringin) sambil mengacungkan aritnya ...hoala jejek sisan lha.......

Jumat, 31 Januari 2014

pos kamling yang kosong



Malam itu Taufik yang baru pulang merantau dari Kalimantan merasa rindu dengan malam di desanya desa Sukarmaju RT 8, maka keluarlah ia dari rumah. Langkahnya tertuju pada sebuah pos kamling di perempatan jalan dekat rumahnya. 

Tak seperti biasanya pos kamling sepi, tak ada satupun orang di pos,  dengan langkah pelan ia sambangi panggok pohon pinang itu, suara langkah sandal jepitnya bergesekan dengan heningnya malam. 
          Sesampainya di depan pos kamling Taufik duduk bersandar melihat sekelilingnya, yang ada hanyalah seperangkat papan catur, tumpukan kartu bridge dan gaple penuh debu tampaknya sudah lama sekali pos kamling ini tak berpenghuni. Di sekelilingnya ada asbak penuh dengan puntung rokok yang telah menghitam. Masih tergantung kenthong bergeong geong tertiup angin, keadaan menjadi semakin hening tiba-tiba pandangannya kabur....
Kang Dimin Rika resmi dadi RT rika bagiane ngocok wis hahaaa...sorak sorai pemuda bernama Tusno dan kawan-kawan menggelegar, Kang Dimin ngocok kartu gaplenya. Sementara itu Taufik dan Ali bermain catur, hampir setiap malam mereka menghabiskan malamnya di pos kamling untuk menjaga keamanan di RT-nya. Menjaga keamanan lingkungan merupakan tanggung jawab bersama sebagai warga negara yang baik, kesadaran itu terus tumbuh di hati para pemuda RT 8 desa sukarmaju. 
“Kang rika wis ngisi absen urung?” Tanya Taufik pada kang Dimin, 
“Urung pik” jawab pak Dimin. 
"Ya gagean ngisi absen dipit bar kuwe dewek keliling RT mbok sapa ngerti ana maling nylusup dewek kudu selalu waspada kang, nyatane kampunge dewek kiye rawan kemalingan” ajak Ali.
Kang Dimin, Ali, Taufik dan teman sesama penjaga pos yang lain mengisi absen. Setelah mengisi absen mereka keliling kampung untuk ronda, ontor minyak dinyalakan, kentong dibunyikan, mereka berkeliling kampung suara sahut-sahutan berbalas pantun jawa banyumasan adalah salah satu permainan yang mereka sukai dikala ronda malam. 
“Ana Arjuna karo kresna mangan salak karo sate baya ,arane gen wong tresna bocah blesak ya kaya Luna Maya hahahaa....," celoteh trio peronda itu.
Tiba-tiba dari arah seberang rumah Taufik munculah salah seorang berperawakan gemuk  bertopeng sarung tengah mengintip kandang ayam milik mbok Sruni yang terletak di belakang rumah, mereka waspada sambil tetap membunyikan kenthong pura-pura tidak mengetahui bahwa di depannya ada seseorang yang dicurigai maling ayam. 
Sang maling jalan terseok-seok pelan matanya kesana kemari waspada. Pandangannya tertuju pada kandang ayam milik mbok Sruni, sementara itu para peronda berbagi tugas kang Dimin dan Taufik membuntuti si maling kemudian Ali memimpin barisan para peronda untuk tetap membunyikan bunyi-bunyian dan berbalas pantun. 
"Maju mundur pada nylonong pada mangan woh delima hey sedulur aja nyolong kuwe pegawean dilarang agama. Ana kursi ngambang ning kali aja korupsi mending dadi kuli hahahahaa...," lagi-lagi celoteh mereka terdengar.
Si maling menanggalkan sandal jepitnya agar langkahnya tak terdengar oleh pemilik kandang ayam, sesaat sebelum membuka mulut kandang ayam ia keluarkan 3 siung bawang putih kemudian meremas-remasnya. Aroma bawang putih yang menyengat membuat ayam tak berbunyi saat hendak ditangkap, bius bawang putih ala maling ayam ini memang mujarab.
Seketika di cekiklah leher ayam kemudian mulut si ayam dibaluri remasan bawang putih, dan si ayampun pasrah pada si maling...si maling memasukan si ayam kedalam karung bulog satu persatu masuklah 3 4 ekor ayam kedalam karung. Tangan panjang Si maling asyik masyuk kedalam kandang ayam, 
Sementara itu Taufik menahan tawa dengan cara menutup hidung, ia berbisik pada kang Dimin. "Kang rika siap-siap nangkep malinge sing mburi nyong tek ngode batir-batir kon mrene hitungan telu rika nangkep trus ngomong maling sing seru” siap komandan kata kang Dimin....
"Siji.. Loro.. Maliiiiiiingggg,,,,,,malingggg,,,,maling...." bunyi kenthongan membahana, warga RT 8 keluar rumah. 
Mbok Sruni terbangun, tak kalah heboh ia berlari keluar rumah sambil cincing tapih.."Ayamku ndi ayamku ayamku..."
Sambil glungsaran di tanah, si ayam berlarian petok petok petok begitulah bunyinya..maling maling maling maling,,,
Taufik yang sedari tadi seorang diri di pos kamling terbangun dari lamunan masa lalunya,,,maling maling maling...ia mendengar suara orang teriak maling tapi ia masih juga belum sadar, maling maling maling!!!! Suara semakin membahana, terlihat orang gemuk bertopeng sarung tengah berlari membawa karung isi ayam ia beranjak dari pos kamling berlari mengejar si maling ternyata lamunanya di masa lalu kembali menjadi sebuah kenyataan di RT 8..


Rabu, 22 Januari 2014

Petani Cincau Dicekik Tengkulak


Para petani cincau hitam di desa Tunjungmuli, Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga merasa dirugikan oleh para tengkulak cincau. Musim panen cincau di Tunjungmuli dimulai pada awal November dan diperkirakan berakhir bulan Maret. 

Panen raya cincau adalah saat yang ditunggu-tunggu oleh para tengkulak dimana musim panen adalah saat yang tepat untuk mencekik para petani melalui permainan harga dipasaran. 


Petani memanen cincau
Membeli dengan harga yang semurah-murahnya dan kembali dijual dengan laba yang sebesar-besarnya.Penanaman cincau yang tidak diimbangi dengan upaya pemasaran yang baik oleh petani mengakibatkan petani dirugikan secara materil. 

Cincau hitam yang dibeli murah dari petani ditimbun oleh para tengkulak dan akan kembali dijual pada pengepul di luar daerah Purbalingga. 

Menurut Rokhani (54) salah satu petani, saat ini harga cincau mengalami penurunan, semula cincau kering dihargai Rp 15 ribu per kilogram dan saat panen raya seperti sekarang ini hanya Rp 10 ribu sampai Rp 11 ribu per kilogram. 

Harga cincau yang murah tidak mencukupi kebutuhan sehari-harinya sebagai ayah dari 7 orang anak. Bersama dengan menantunya Jahriyanto (26) ia menggarap tanah milik perhutani untuk ditanami cincau. Mereka berharap harga cincau stabil agar para petani cincau di desanya sejahtera. 

"Kami ini bekerja tanpa mengenal lelah, pagi buta kami berangkat kadang pulang sampai jam 5 sore, tapi setelah panen seperti ini hasilnya tidak seperti yang kami harapkan," katanya. 

Tidak adanya kelompok tani di Tunjungmuli mengakibatkan harga mudah dipermainkan oleh tengkulak. Setelah Panen rayapun ia dan Jahriyanto harus memberikan uang seikhlasnya kepada mandor dan mantri perhutani sebagai ucapan terimakasih atas jasa sang mandor dalam menjaga lahan garapan petani. 

"Saya ini hanya petani kecil tanpa lahan milik sendiri jadi sebagai ucapan terimakasih saya memberi sedikit uang hasil panen kepada pak mantri”. Katanya. 


Rokhani (54), salah satu petani memanen
cincau di area hutan pinus, belum lama ini
Meskipun berkali-kali ia merasakan sakitnya dicekik oleh berbagai oknum ia tetap bersyukur baginya uang bisa dicari yang penting adalah ketenangan jiwa dan hati dengan memakan rizki yang halal hasil usahanya sendiri bukan hasil monopoli apalagi pungutan liar. 

Sementara itu, salah satu tengkulak bernama Jaenal Abidin mengatakan, saat ini harga cincau dipasaran anjlok karena ditutupnya ekspor bulan januari untuk sementara waktu. Saat ini ia hanya melayani penjualan cincau untuk produksi didalam negeri yang salah satunya berada di daerah Banjarnegara. Tampaknya pemerintah desa Tunjungmuli kurang peka terhadap potensi di desanya.

Tunjungmuli punya cincau standar ekspor tapi tak diketahui para pemimpinnya, setidaknya jika cincau Tunjungmuli Go International tak ada lagi jalanan rusak, jalanan yang lebih tepat dinamai sungai kekeringan penuh dengan bongkahan batu -batu tajam.

Salam 

Anak Cincau

Bulan Penghabisan

Juli... Bulan penghabisan Waktunya keluar dari zona nyaman Kembali mengembara Mengejar cita Mengolah pikir Memelihara sadar Memanusiakan di...